Sejalan dengan salah satu misi PLN yaitu menjalankan
kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan, Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014
tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah,
PLN merencanakan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) yang meliputi
pengembangan panas bumi yang sangat besar, pembangkit tenaga air skala besar,
menengah dan kecil, pembangkit tenaga angin (PLTB) skala besar dan kecil serta EBT skala kecil tersebar berupa PLTS,
biomassa, biofuel, biogas dan
gasifikasi batubara (energi baru). PLN juga mendorong penelitian dan
pengembangan EBT lain seperti thermal solar power, arus laut, OTEC (ocean thermal energy conversion) dan fuel cell.
Kebijakan PLN dalam pengembangan EBT didukung oleh kebijakan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010
tentang Penugasan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan
Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi
Terbarukan, Batubara dan Gas. Peraturan tersebut dijabarkan dalam Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 02 Tahun 2010 yang selanjutnya
telah dicabut dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2012, Peraturan
Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2013 dan Peraturan Men teri ESDM Nomor 32 Tahun
2014. PLTP dan PLTA dapat masuk ke sistem tenaga listrik kapan saja mereka
siap, dengan tetap memperhatikan kebutuhan listrik dan adanya rencana
pembangkit yang lain.
Pemerintah juga mendukung pengembangan EBT dengan
pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pembelian
Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit
Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik,
Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik
dari Pembangkit Listrik Tenaga Air oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2014 dan
Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik
dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas
oleh PT Perusahaan Listrik Negara ( Persero ).
Untuk tenaga air, kebijakan ini tidak membatasi PLN untuk
merencanakan sebuah proyek PLTA tanpa menganut prinsip demand driven[1]
demi mencapai suatu tujuan khusus tertentu, walaupun hal ini hanya dilakukan
secara sangat terbatas dan selektif. Dalam konteks ini PLN merencanakan
pembangunan PLTA Baliem berkapasitas 50 MW[2]
untuk melistriki 7 kabupaten baru di dataran tinggi Pegunungan Tengah yang sama
sekali belum memiliki listrik. Proyek ini diharapkan akan mendorong kegiatan
ekonomi di daerah tersebut untuk pengolahan sumber daya alam sejalan dengan
tujuan MP3EI di koridor Papua – Maluku.
Khusus mengenai PLTS, PLN
mempunyai kebijakan untuk mengembangkan centralized
PV untuk melistriki banyak komunitas terpencil yang jauh dari grid pada daerah tertinggal, pulau-pulau
terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga dan pulau-pulau terluar
lainnya. Hal ini didorong oleh semangat PLN untuk memberi akses ke tenaga
listrik yang lebih cepat kepada masyarakat di daerah terpencil. Lokasi centralized PV/PLTS komunal dipilih
setelah mempertimbangkan faktor tekno-ekonomi seperti biaya transportasi BBM ke
lokasi dan mengoperasikan PV secara hybrid
dengan PLTD yang telah ada sehinggga mengurangi pemakaian BBM. Selain itu PLN
juga memperhatikan, alternatif sumber energi primer/EBT yang tersedia setempat
dan tingkat pelayanan[3]
yang akan disediakan pada lokasi tersebut.
Comments
Post a Comment