Banyaknya emisi dihitung dari jumlah bahan bakar yang digunakan dan dikonversi menjadi emisi CO2 (dalam ton CO2) dengan menggunakan faktor pengali (emission factor) yang diterbitkan oleh IPCC.
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2012 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2013 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2014 mengenai Program Percepatan Pembangkit Tahap 2. Program tersebut didominasi oleh pembangkit dengan menggunakan energi terbarukan, khususnya panas bumi. Dengan adanya intervensi kebijakan Pemerintah mengenai pengembangan PLTP dan energi terbarukan lainnya akan menghasilkan rencana pengembangan pembangkit yang sedikit berbeda dibandingkan dengan baseline serta dapat menurunkan emisi CO2.
Emisi CO2 Indonesia
Gambar 1 : Emisi CO2 Per Jenis Bahan Bakar |
Gambar 1 diatas memperlihatkan emisi CO2 yang akan dihasilkan sesuai dengan prediksi kebutuhan listrik di Indonesia. Dari Gambar 6.8 dapat dilihat bahwa emisi CO2 se-Indonesia akan meningkat 2 kali lipat dari 201 juta ton pada tahun 2015 menjadi 383 juta ton tahun 2024. Dari 383 juta ton emisi tersebut, 333 juta ton (87%) berasal dari pembakaran batubara.
Average grid emission factor untuk Indonesia pada tahun 2015 adalah 0,867 kg CO2/kWh, akan meningkat hingga 0,934 kg CO2/kWh pada tahun 2017 karena banyak beroperasinya PLTU batubara. Masih tingginya grid emission factor pada tahun 2018 juga disebabkan terlambatnya proyek-proyek PLTP dan PLTA. Namun selanjutnya setelah beroperasinya proyek-proyek PLTP dan PLTA tersebut maka average grid emission factor akan menurun menjadi 0,758 kg CO2/kWh pada tahun 2024.
Emisi CO2 Sistem Jawa - Bali
Gambar 2 Emisi CO2 per Jenis Bahan Bakar pada Sistem Jawa - Bali
|
Proyeksi emisi CO2 dari sistem Jawa - Bali diperlihatkan pada Gambar 2. Emisi akan meningkat hampir 2 kali lipat dari 149 juta ton pada tahun 2015 menjadi 244 juta ton pada tahun 2024. Grid emission factor akan meningkat dari 0,857 kg CO2/kWh pada tahun 2015 menjadi 0,929 kg CO2/kWh pada tahun 2017 karena banyak beroperasinya PLTU skala besar, namun selanjutnya akan membaik menjadi 0,697 kg CO2/kWh pada tahun 2024. Perbaikan faktor emisi ini dicapai dari peningkatan pemakaian gas alam, panas bumi dan penggunaan teknologi ultra super critical.
Image
Emisi CO2 Wilayah Sumatera
Gambar 3 Emisi CO2 per Jenis Bahan Bakar pada Wilayah Sumatera |
Proyeksi emisi CO2 dari pembangkitan listrik di Sumatera diperlihatkan pada gambar 3. Emisi diproyeksikan akan naik hampir 2 kali lipat dari 30 juta ton menjadi 76 juta ton. Grid emission factor meningkat dari 0,857 kg CO2/kWh pada tahun 2015 menjadi 0,991 kg CO2/kWh pada tahun 2020 karena banyak beroperasinya PLTU batubara namun akan menurun menjadi 0,798 kg CO2 /kWh pada tahun 2024 dengan asumsi produksi listrik dari panas bumi terkendala oleh keterlambatan konstruksi.
Emisi CO2 Wilayah Indonesia Timur
Gambar 4 Emisi CO2 per Jenis Bahan Bakar pada Wilayah Indonesia Timur |
Proyeksi emisi CO2 dari pembangkitan listrik di Indonesia Timur diperlihatkan pada Gambar 4. Emisi naik hampir 3 kali lipat dari 22 juta ton pada tahun 2015menjadi 63 juta ton pada tahun 2024. Grid emission factor meningkat dari 0,958 kg CO2/kWh pada tahun 2015 menjadi 0,1146 kg CO2/ kWh pada tahun 2019 dengan masuknya PLTU batubara, dan berangsur-angsur menurun menjadi 0,1055 kg CO2/kWh pada tahun 2024. Faktor emisi yang membaik ini disebabkan oleh kontribusi positif dari pemanfaatan panas bumi dan tenaga air.
Sumber : RUPTL PLN 2015 - 2024
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Tenaga Surya.
ReplyDeleteSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Psikotest yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Tenaga Surya