Jakarta - Sampai hari ini, masih ada sekitar 2.500 desa di seluruh Indonesia yang belum menikmati listrik, semuanya berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Untuk menerangi 2.500 desa terpencil, terluar, dan terisolasi itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan tidak mau hanya mengandalkan PT PLN (Persero) saja.
Swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi juga didorong untuk ikut melistriki 2.500 desa di wilayah terpencil. Maka Jonan membuat Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang mengizinkan swasta untuk membangun pembangkit, jaringan, dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Dengan adanya aturan baru ini, PLN tak lagi memonopoli, swasta juga bisa menjadi 'PLN mini' di daerah-daerah terpencil yang tak terjangkau PLN.
Tapi ada kendala-kendala yang berpotensi menghambat pelaksanaan aturan ini di lapangan. Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik di daerah terpencil pasti lebih tinggi daripada BPP listrik PLN di seluruh Indonesia yang hanya Rp 1.352/kWh.
Sulit bagi swasta untuk dapat menjual listrik ke masyarakat dengan tarif yang sama seperti PLN. Di sisi lain, masyarakat di daerah terpencil tentu tak bisa menanggung tarif listrik yang tinggi.
"Daya beli masyarakat kita di daerah-daerah terpencil tidak mampu membeli listrik bahkan dengan harga produksi," kata Ketua Apindo Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Sammy Hamzah, dalam diskusi Towads Energy Transformation di Gedung Patra Jasa, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Menurut Sammy, harus dibuat bisnis model yang menarik agar swasta mau masuk melistriki daerah-daerah terpencil. Perlu campur tangan pemerintah supaya harga jual listrik cukup ekonomis bagi swasta, tapi juga tidak memberatkan masyarakat. Bisnis model untuk daerah terpencil, menurut kami sulit berkembang kalau tidak ada intervensi dari pemerintah," ucapnya.
Mungkin perlu subsidi dari pemerintah untuk menutup selisih antara BPP listrik dari swasta dengan tarif yang mampu ditanggung masyarakat di daerah terpencil. Tapi, Sammy menambahkan, kebijakan subsidi tidak sehat dalam jangka panjang.
"Kalaupun kita tetapkan subsidi, harus kita tetapkan kapan harus dihilangkan," cetusnya.
Selain soal harga jual listrik, kendala lain yang harus dihadapi swasta dalam melistriki daerah terpencil adalah pembebasan lahan untuk pembangkit listrik dan jaringannya. Juga soal perizinan.
"Masalah lain adalah ketersediaan lahan dan perizinan. Proses bisnis kita masih sangat berat. Subsidi itu juga bisa dalam bentuk kemudahan berusaha," tutupnya. (detik)
Kalou saya lihat kerja kerja PLN kita di indonesia di bandingkan dg PLN malaysia sangat ketinggalan jauh,sebab di indinesia masih kurang mesin angkat berat untuk menjalankan kerja kerja PLN.
ReplyDeleteItu sebab a PLN tidak mudah menjalankan kerja kerja a ke desa terpencil.Memang sangat sulit sangat membutuhkan waktu yg sangat lama.
Saya sebagi KONTRAKTOR TNB/TENAGA NASIONAL di malaysia sangat mudah untuk menjalankan kerja kerja TNB/PLN.